PSIKOLOGI TRANSPERSONAL TASAWUF PSIKOTERAPI

Selasa, 25 Oktober 2011

kesadaran dan tingkatannya

Kesadaran adalah kesadaran akan perbuatan. Sadar artinya merasa, tau atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan mengerti, misalnya , rakyat telah sadar akan politik. Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadara yang dimiliki oleh Manusia merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan yang diyakininya. Refleksi merupakan bentuk dari penggungkapan kesadaran, dimana ia dapat memberikan atau bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu dalam lingkungan. Setiap teori yang dihasilkan oleh seorang merupakan refleksi tetang realitas dan manusia. Manusia dalam melahirkan cinta untuk semua merupakan jawaban untuk eksistensi manusia yang membutuhkan rasa dan sayang dari yang lain. Begitupula, tetang kesadaran merupakan sangat berkaitan dengan manusia bahkan yang membedakan manusia dengan binatang. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Manusia dengan dikaruniahi akal budi merpakan mahluk hidup yang sadar dengan drinya. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya sebagai entitas yang terpisah serta memiliki kesadaran akan jangka hidup yang pendek, akan fakta ia dilahirkan di luar kemauannya dan akan mati di luar keinginannya. Kesadaran manusia ia akan mati mendahului orang-orang yang disayanginya, atau sebaliknya bahwa yang ia cintai akan mendahuluimya , kesadran akan kesendirian, keterpisahan, akan kelelamahan dalam menghadapi kekuatan alam dan masyarakat. Semuanya kenyataan itu membuat keterpisahan manusia, eksistensi tak bersatunya sebgai penjara yang tak terperikan. Manusia akan menjadi gila bila tak dapat melepaskan diri dari penjara tersebut. ( Erich fromm, The Art of Love)

Kesadaran menurut Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran tidak sama dengan benda-benda. Kesadaran selalu terarah pada etre en sio (ada-begitu-saja) atau berhadapan dengannya. Situasi dimana kesadaran berhadapan oleh Sartre disebut etre pour soi (ada-bagi-dirinya). Bahwa kesadaran saya akan sesuatu juga menyatakan adanya perbedaan antara saya dan sesuatu itu. Saya tidak sama dengan sesuatu yang saya sadari ada jarak antara saya dengan objek yang saya lihat. Misalkan entre pour soi menunjuk pada manusia atau kesadaran. Manusia adalah eter pour soi sebab ia tidak persis menjadi satu dengan dirinya sendiri. Tiadanya identitas manusiadengan dirinya sendiri memungkinkan manusia untuk melampaui, untuk mengatasi dirinya dan menghubungkan benda-benda dengan dirinya sesuai dengan yang dimaksud dan tujuannya. Ketidak identikan manusia dengan dirinya sendiri tampak dalam kesadaran yang ditandai oleh regativitas, penidakan. Negativitas menunjukan bahwa terhadap etre pour soi atau kesadaran hanya dikatan it is not what it is. Maka kesadaran disini merupakan non identitas, jarak, distansi. Kegiatan hakiki kesadaran merupakan menindak, mengatakan tidak. Etre por soi tidak lain dari pada menindak atau menampilkan ketiadaan. Kebebasan bagi Sartre merupakan kesadaran menindak, dan manusi sendiri merupakan kebebasan. Pada manusialah itu eksistensi itu mendahului esensi, sebab manusia selalu berhadapan dengan kemungkinan untuk mengatakan tidak. Selama manusia masih hidup ia bebas untuk mengatakan tidak, baru setelah kematian maka cirri-ciri hidupnya dapat dibeberkan. (Alex Lanur, Pengantar dalam “Kata-Kata”)

Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi danIntegrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia berlangsung pada tiga tahap; sensansi (pengindraan), perrseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Secara epistemology dasar dari segala pengetahuan manusia tahap perseptual. Sensasi tidak begitu saja disimpan di dalam ingatan manusia, dan manusia tidak mengalami sensasi murni yang terisolasi. Sejauh yang dapat diketahui pengalaman indrawi seorang bayi merupakan kekacauan yang tidak terdeferensiasikan. Kesadaran yang terdiskreminasi pada tingkatan persep. Persep merupakan sekelompok sensasi yang secara otomatis terimpandan dintgrasikan oleh otak dari suatu organisme yang hidup. Dalam bentuk persep inilah, manusia memahami fakta dan memahami realitas. Persep buka sensasi, merupakan yang tersajikan yang tertentu (the given) yang jelas pada dirinya sendiri (the self evidence). Pengetahuan tentang sensasi sebagai bagian komponen dari persep tidak langsung diperoleh mnusia jauh kemudian, merupakan penemuan ilmiah, penemuan konseptual

TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
  1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

transendental meditation


Pengertian Meditasi
Perkataan Meditasi itu sendiri diserap dari bahasa Latin, meditatio yang berarti merenungkan dan juga berakar dari kata Mederi (kesehatan) dari kata ini pula diserap kata medisin. Jadi jelas meditasi itu sebenarnya baik bagi kesehatan. Dalam bahasa Indonesia, Meditasi, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Jadi bermeditasi adalah memusatkan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu, tetapi kata meditasi itu lebih dikenal dengan nama samedi yang diserap dari bahasa Sansekerta, samadhi yang juga disebut dhyana atau pranayama. Samedi itu artinya meditasi dalam bahasa Sangsekerta atau dalam bahasa Ibrani = hagah. Dalam Alkitab bahasa Inggris perkataan tsb diterjemahkan sebagai Meditation.

Sedangkan pengertian meditasi dalam kamus Cambridge International Dictionary of English, adalah:
Meditate is to think seriously (about something), esp. for a long time · if you meditate, you give your attention to one thing, and do not think about anything else, usually as a religious activity or as way calming or relaxing your mind. Meditation is serious thought or study, or the product of this activity. Meditation is also the act of giving your attention to only one thing, either as a religious activity or as a way of becoming calm and relaxed: prayer and meditation.

Kata ‘meditasi’ [meditation] didefinisikan sebagai “praktek berpikir secara mendalam dalam keheningan, terutama untuk alasan keagamaan atau untuk membuat batin tenang.” (Oxford Advanced Learner’s Dictionary). Dalam kamus yang bersifat umum ini, ‘meditasi’ dianggap sebagai proses ‘berpikir’. Ini hampir sama dengan ‘kontemplasi’ yang didefinisikan secara persis sama. Tetapi kalau dikaji secara lebih mendalam dan dipraktekkan, akan ternyata bahwa di dalam ‘meditasi’ justru proses berpikir berhenti untuk sementara.
Pada dasarnya, ‘meditasi’ adalah “pemusatan perhatian pada suatu obyek batin secara terus-menerus.” Memang ada obyek-obyek meditasi tertentu yang berupa pikiran atau ide/konsep, sehingga terjadi tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan secara tegas antara ‘meditasi’ dan ‘kontemplasi’.

Dengan demikian, meditasi adalah cara lain untuk memahami diri, yang berbeda dengan introspeksi. Justru pemahaman yang diperoleh dari meditasi jauh lebih tepat dan sesuai dengan keadaan sebenarnya dibandingkan dengan pemahaman dari introspeksi yang dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan pikiran yang tidak disadari sehingga memberikan hasil yang bias. Di samping itu,pemahaman diri yang diperoleh dari meditasi bersifat transformatif (mengubah), oleh karena pemahaman itu melibatkan seluruh aspek diri (kognitif, afektif, volisional, dsb). Di lain pihak, pemahaman melalui introspeksi kebanyakan hanya bersifat kognitif saja, sehingga biasanya tidak banyak perubahan yang terjadi.

Ada juga yang memberi pengertian bahwa meditasi yang sering kita dengar mempunyai pengertian yaitu: sikap menenangkan pikiran dengan cara-cara tertentu di mana pikiran kita sampai menemukan sensasi-sensasi sehingga menimbulkan rasa damai dalam hati untuk mencapai ketenangan jiwa (ruhani). Dan ada juga yang mengartikan bahwa meditasi adalah sebuah pelatihan yang menggunakan pikiran untuk tujuan mengatur pikiran dengan usaha kita. Meditasi dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang mengakibatkan hubungan erat beberapa orang dengan Tuhan. Kita meditasi pada yang abstrak, tidak berbentuk, tidak bernama. Karena Yang Tertinggi tidak mempunyai bentuk dan tidak mempunyai nama, tidak juga mempunyai kwalitas atau lambang-lambang.

Perbedaan Konsentrasi dan Meditasi
Terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi dan meditasi, meskipun keduanya dalam pelaksanaannya berhubungan. Pengertian konsentrasi ialah untuk memahami dan menguasai pikiran-perasaan sehingga ia tidak lagi menanggapi dengan kacau terhadap suatu peristiwa. Latihan-latihan konsentrasi adalah suatu pendidikan kembali mengenai tekniknya pikiran-rendah, sehingga ia menurut perintahnya sang Pribadi, dan menghentikan sifatnya yang bergerak kian kemari dan tidak menentu. Atau dengan kata lain, konsentrasi adalah sebuah upaya keras (baca: dipaksa) untuk memusatkan pada sesuatu, hal ini dianggap bukanlah bagian/tahapan meditasi.

Sedangkan tujuan meditasi ialah melatih pikiran, dalam keadaan tenang, dan beristirahat/ berhenti pada pokok yang dipilih, lebih baik pada hal yang mengandung arti yang dalam dan rohaniah, sehingga pokok-caranya dapat membukakan kesadaran yang sedang bermeditasi akan arti makna yang lebih luas dan dalam.

Dalam ajaran Budha terdapat sebuah tahapan meditasi, yaitu Dharana yang berarti pemusatan perhatian tanpa paksaan. Pemusatan perhatian tidaklah berarti anda kosong. Sebagaimana namanya pemusatan perhatian, perhatian anda tertunjukkan pada sesuatu. Tidak dianjurkan bagi anda untuk berada dalam keadaan kosong seratus persen karena ini mungkin dapat membiarkan masuknya kekuatan dari luar yang dapat mengganggu. Meditasi tingkat tinggi biasanya mengajarkan untuk memusatkan perhatian ke cakra mahkota untuk menerima lebih banyak kekuatan spiritual, atau ke antara alis mata untuk membangkitkan mata spiritual, ataupun ke cakra jantung untuk memberikan lebih banyak kekuatan kepada roh. Jadi, tidaklah kosong sama sekali.


Didalam fenomena meditasi transendental pemusatan fikiran dengan mengulang-mengulang suatu gambaran pikiran tertentu atau makna suatu keyakinan (dzikir, mantra) memiliki nilai besar bagi orang yang melakukannya. Hal ini akan menghantarkannya pada angan-angan atau gambaran yang sangat dalam dan pada konsep-konsep baru tentang sesuatu objek pikir atau meditasi, lalu naik pada tingkatan bayangan dan gambatran yang paling dan sulit didapat dalam kehidupan rutin yang terbatas. Oleh karena itu pengalaman ini disebut meditasi transendental.

Pada mulanya tafakkur, meditasi transendental berlaku universal, pengalaman-pengalaman serta pengaruh yang dirasakanannya sama, apakah itu metode yang yang digagas oleh hindu, budha, kristen dan islam. Diantaranya yang dilakukan dalam meditasi ialah, pengosongan pikiran dan melupakan segala keruwetan dalam benak yang dapat mengganggu proses meditasi dan konsentrasi pada objek meditasi. Ia harus kembali mengonsentrasikan pikiran pada "apa" yang ia pilih sebagai objek pikiran dan meditasinya. Ia harus mengambil posisi duduk pasip yang rileks. Latihan ini harus selalu diulang-ulang, sehingga hari demi hari meditasi dan berfikirnya menjadi lebih dalam, badan terasa lebih ringan, fikiran menjadi bersih, jiwa menjadi sangat luas tak terbatas. Bersamaan dengan itu, hilang pula segala perasaan gelisah, sedih, galau, dan segala gangguan jasmani yang dirasakan sebelumnya.

Seorang mukmin akan mudah menemukan cara meditasi semacam ini, karena metode ini memiliki kesamaan yang jelas dengan proses tafakkur tenntang penciptaan langit dan bumi yang disertai dzikir dan bertasbih kepada objek yang maha tak terjangkau yaitu Allah, baik berdiri, duduk rileks, berbaring. Kesamaannya terletak pada upaya pengkonsentrasian pikiran pada objek tertentu, ada yang menggunakan patung, irama musik, roh suci, mantra-mantra suci, dan membayangkan wujud syekh atau guru pembimbing spiritual. tujuannya adalah upaya melepaskan atau menjauhkan dari pengaruh yang menggangu konsentrasi, keruwetan angan-angan fikiran, perasaan, ataupun kebisingan dan keramaian.

Keduanya juga sejalan dalam hal latihan,proses melihat dan mengulang kata-kata (dzikir), atau makna objek meditasi. Oleh karena, itu seseorang yang bertafakkur bertasbih, dan bermeditasi dapat menangkap makna dan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak terlintas dalam hati. Keduanya mengunakan kedalaman tafakkur untuk membersihkan pengetahuan lahiriah dari belenggu penjara rutinitas kehidupan material menuju kebebasan menatap lepas keatas, menuju pengetahuan yang luas tak terbatas.

Kita akan berada di luar badan kecil ini, menjadi jiwa yang tidak terikat, mempunyai keluasan wujud dan kemampuan "melihat tanpa bola mata", "mendengar tanpa daun telinga" dan merasakan keuniversalam jiwa yang tak terbatas oleh waktu dan ruang. "Inilah jiwa" yang memiliki "watak" yang sama dengan jiwa-jiwa lainnya; dimana hal yang membedakan adalah " kemana akhir kembalinya jiwa"

Sabtu, 15 Oktober 2011

proses tranpormasi melalui transendensi dan imanesi

Proses  Transformasi Diri Melalui transendensi dan Imanensi
Ketika seorang manusia diciptakan, tercipta jugalah sebuah kaca yang tembus pandang. Kaca itu kemudian diberi bingkai kayu cendana yang kuat, lembut dan harum, dan dipakai untuk menghadirkan sebuah lukisan tentang sejarah eksistensi fana seorang manusia. Lalu digantunglah dia pada kodratnya, untuk menantikan cahaya yang bisa menjelaskan kembali hakekat keberadaaanya. Cahaya itu datang, menjelaskan bahwa ia adalah kaca yang tak menceritakan apa pun kecuali ketidakpastian dan kesementaraan. Cahaya itu hadir, menyiraminya, dan memberinya kesadaran bahwa ia sebetulnya bukan apa-apa, kecuali sebuah tragedi. Tetapi cahaya itu juga berkeliaran rasa rindunya untuk menjadi cermin yang bening, tempat semesta bisa melihat dirinya, apa adanya. Sehingga ia dapat menemukan dirinya dalam semesta dan semesta dalam dirinya.
       Manusia adalah aku mineal, aku tumbuhan dan aku hewani yang padu. Aku mineral adalah diri manusia sebagai subyek yang memiliki konten dan suci, yang seperti materi, patuh total dan tanpa kehendak. Aku tumbuhan adalah diri manusia sebagai subyek yang menyantuni sekelilingnya. Sedangkan aku hewani dalah diri manusia sebagai subyek yang menjaga keberadaannya, baik secara ofensif maupun defensif. Maka pada hekekatnya, manusia mengandung sifat-sifat terbaik dari alam. Maka manusia harus didorong untuk melakukan transformasi kesadaraan, sehingga ia mampu merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari alam.Dari transformasi kesadaran ini, ia akan menyadari ahwa sebetulnya fitrah dirinya adalah jujur ​​mengungkapkan diri apa adanya, sebagaimana alam yang senantiasa jujur ​​pada dirinya. Maka manusia ahrus jujur ​​bahwa sesungguhnya ia adalah subyek yang memeliki konten, suci, santun terhadap sekelilingnya, dan menjaga keberadaan dirinya baik secara ofensif maupun defensif. Singkatnya, manusia harus jujur ​​terhadap nuraninya.
        Segera setelah kejujuran terhadap nuraninya itu menjadi kondisi dirinya, tiba-tiba saja, ia akan menemukan bahwa sebtulnya alam ada dalam dirinya. Dengan kejujuran berarti manusia telah mengimanensi alam dalam dirinya. Tetapi untuk dapat bersikap jujur, manusia membutuhkan orang lain sebagai tempatnya membaktikan kejujuran tersebut. Maka manusia embutuhkan orang lain bukan untuk dieksploitasi, tetpai untuk tempat berbakti. Dengan ini manusia mentransendensikan dirinya dari aku pribadi menjadi aku sosial, yang tak dapat berkembang tanpa melalui bakti kepada manusia lain. Manusia pun menemukan dirinya sebagai bagian dari masyarakat.
        Adalah sifat dasar dari aku sosial yang selalu merasa bahwa kesakitan orang lain adalah sakit dirinya. Adalah sifat dasar dari aku sosial yang selalu dapat merasakan penderitaan sesama manusia. Maka ketika seorang manusia menghikmati dirinya sebagai aku sosial, tiba-tiba ia akan menemukan bahwa masyarakat adalah bagaian dari dirinya. Terjadi jugalah proses imanensi masyarakat dalam dirinya.
         Kesadaran itu didapat melalui proses transformasi diri sekali lagi, yakni dalam bentuk pengalihan konsentrasi dari hal-hal maetrial kepada hal-hal yang spiritual. Pengalihan konsentrasi itu dilakukan melalui puasa secara takwa, sampai manusia menemukan bahwa dirinya ternyata ada dalam kehendak Allah belaka (proses transendensi manusia terhadap kehendak Allah). Berbeda dengan pandangan umum, puasa bukanlah pelemahan diri manusia. Sebaliknya, jika dilakukan secara ikhlas, puasa adalah intitusi yang menyebabkan seseorang dapat memantulkan seluruh kehendak Allah sampai jauh melampaui kemampuan fisiknya. Dan jika seseorang telah menemukan bahwa sesungguhnya yang berada dalam dirinya adalah kehendak Allah belaka (prses imanensi iradah / kehendak Allah dalam diri).

Selasa, 04 Oktober 2011

PENGERTIAN TRANSENDENSI

Transcendere, adalah bahasa latin transendensi yang artinya ‘naik keatas’. Dalam bahasa Inggris adalah to transcend yang artinya ‘menembus’,‘melewati’, ‘melampaui’. Menurut istilah artinya perjalanan di atas atau diluar. Yang dimaksud Kuntowijoyo adalah transendens i dalam istilahteologis, yakni bermakna ketuhanan, makhluk-makhluk gaib.Tujuan transendensi adalah untuk menambahkan dimensitransendental dalam kebudayaan, membersihkan diri dari arus hedonisme,materialisme, dan budaya yang dekaden. Dimensi transendental adalahbagian sah dari fitrah kemanusiaan sebagai bentuk persentuhan dengankebesaran Tuhan.Jika banyak yang sepakat bahwa abad ke-21 adalah peradabanpostmodernisme, maka salah satu ciri dari postmodernisme adalah semakin menguatnya spiritualisme, yang salah satu tandanya adalahdedifferentiation, yaitu agama akan menyatu kembali dengan ‘dunia’.Bagi umat Islam, dedifferentiation ini bukanlah hal yang baru,mengingat dalam Islam sendiri tidak meletakkan urusan akhirat tersendiri,dan urusan dunia terpisah sendiri juga. Bagi orang Islam, urusan dunia,eksistensi selama hidup di dunia akan mempengaruhi kehidupan akhiratkelak. Amal di dunia bukan hal yang sia-sia yang tidak akan pernahdiperhitungkan, tapi akan mendapatkan balasan di kehidupan akhirat. Olehkarena itu, menurut Kuntowijoyo, sudah selayaknya jika umat Islammeletakkan Allah SWT sebagai pemegang otoritas, Tuhan Yang MahaObyektif, dengan 99 Nama Indah itu.Jika manusai tidak menerima Tuhan sebagai otoritas, maka akantampak: 1) relativisme penuh, dimana nilai dan norma seepnuhnya adalahurusan pribadi, 2) nilai bergantung pada masyarakat, sehingga nilai darigolongan yang dominan akan menguasai, dan 3) nilai bergantung padakondisi biologis, sehingga Darwinisme sosial, egoisme, kompetisi, danagresivitas adalah nilai- nilai kebajikan (1968: 87-88). Dalam paparan di atas, nilai-nilai humanisasi dan liberasi harusbertitik pangkal dari nilai- nilai transendensi. Kerja kemanusiaan dan kerjapembebasan harus didasarkan pada nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT.Nilai transendensi menghendaki umat Islam meletakkan posisi Allah SWTsebagai pemegang otoritas tertinggi. Dalam perspektif Roger Garaudy,sebagaimana dikutip M. Fahmi, transendensi menghendaki kita mengakuikeunggulan norma-norma mutlak yang melampaui akal manusia.Konsep transendensi Kuntowijoyo ini dalam pandangan penulissenada dengan konsep transendensi dari Hassan Hanafi. Hassan hanafimenyatakan bahwa transenden bukanlah keimanan yang simple tanpausaha, bukan juga sebuah penerang internal untuk keindahan spiritual danpengindahan mistik, tetapi ia adalah sebuah perjuangan permanen antaraakal dan keinginan, kebaikan dan kejahatan, persatuan dan perbedaan,perdamaian dan perselisihan, konstruksi dan destruksi, kehidupan dankematian. Para nabi pun masuk ke wilayah perjuangan politik, ekonomi,pendidikan, dan lainnya di masa lalu dengan berdasarkan pada nilai- nilaitransenden ini dengan landasan keimanan dan penyerahan total kepadaAllah SWT..
 
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2184313-pengertian-transendensi/