PSIKOLOGI TRANSPERSONAL TASAWUF PSIKOTERAPI

Sabtu, 15 Oktober 2011

proses tranpormasi melalui transendensi dan imanesi

Proses  Transformasi Diri Melalui transendensi dan Imanensi
Ketika seorang manusia diciptakan, tercipta jugalah sebuah kaca yang tembus pandang. Kaca itu kemudian diberi bingkai kayu cendana yang kuat, lembut dan harum, dan dipakai untuk menghadirkan sebuah lukisan tentang sejarah eksistensi fana seorang manusia. Lalu digantunglah dia pada kodratnya, untuk menantikan cahaya yang bisa menjelaskan kembali hakekat keberadaaanya. Cahaya itu datang, menjelaskan bahwa ia adalah kaca yang tak menceritakan apa pun kecuali ketidakpastian dan kesementaraan. Cahaya itu hadir, menyiraminya, dan memberinya kesadaran bahwa ia sebetulnya bukan apa-apa, kecuali sebuah tragedi. Tetapi cahaya itu juga berkeliaran rasa rindunya untuk menjadi cermin yang bening, tempat semesta bisa melihat dirinya, apa adanya. Sehingga ia dapat menemukan dirinya dalam semesta dan semesta dalam dirinya.
       Manusia adalah aku mineal, aku tumbuhan dan aku hewani yang padu. Aku mineral adalah diri manusia sebagai subyek yang memiliki konten dan suci, yang seperti materi, patuh total dan tanpa kehendak. Aku tumbuhan adalah diri manusia sebagai subyek yang menyantuni sekelilingnya. Sedangkan aku hewani dalah diri manusia sebagai subyek yang menjaga keberadaannya, baik secara ofensif maupun defensif. Maka pada hekekatnya, manusia mengandung sifat-sifat terbaik dari alam. Maka manusia harus didorong untuk melakukan transformasi kesadaraan, sehingga ia mampu merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari alam.Dari transformasi kesadaran ini, ia akan menyadari ahwa sebetulnya fitrah dirinya adalah jujur ​​mengungkapkan diri apa adanya, sebagaimana alam yang senantiasa jujur ​​pada dirinya. Maka manusia ahrus jujur ​​bahwa sesungguhnya ia adalah subyek yang memeliki konten, suci, santun terhadap sekelilingnya, dan menjaga keberadaan dirinya baik secara ofensif maupun defensif. Singkatnya, manusia harus jujur ​​terhadap nuraninya.
        Segera setelah kejujuran terhadap nuraninya itu menjadi kondisi dirinya, tiba-tiba saja, ia akan menemukan bahwa sebtulnya alam ada dalam dirinya. Dengan kejujuran berarti manusia telah mengimanensi alam dalam dirinya. Tetapi untuk dapat bersikap jujur, manusia membutuhkan orang lain sebagai tempatnya membaktikan kejujuran tersebut. Maka manusia embutuhkan orang lain bukan untuk dieksploitasi, tetpai untuk tempat berbakti. Dengan ini manusia mentransendensikan dirinya dari aku pribadi menjadi aku sosial, yang tak dapat berkembang tanpa melalui bakti kepada manusia lain. Manusia pun menemukan dirinya sebagai bagian dari masyarakat.
        Adalah sifat dasar dari aku sosial yang selalu merasa bahwa kesakitan orang lain adalah sakit dirinya. Adalah sifat dasar dari aku sosial yang selalu dapat merasakan penderitaan sesama manusia. Maka ketika seorang manusia menghikmati dirinya sebagai aku sosial, tiba-tiba ia akan menemukan bahwa masyarakat adalah bagaian dari dirinya. Terjadi jugalah proses imanensi masyarakat dalam dirinya.
         Kesadaran itu didapat melalui proses transformasi diri sekali lagi, yakni dalam bentuk pengalihan konsentrasi dari hal-hal maetrial kepada hal-hal yang spiritual. Pengalihan konsentrasi itu dilakukan melalui puasa secara takwa, sampai manusia menemukan bahwa dirinya ternyata ada dalam kehendak Allah belaka (proses transendensi manusia terhadap kehendak Allah). Berbeda dengan pandangan umum, puasa bukanlah pelemahan diri manusia. Sebaliknya, jika dilakukan secara ikhlas, puasa adalah intitusi yang menyebabkan seseorang dapat memantulkan seluruh kehendak Allah sampai jauh melampaui kemampuan fisiknya. Dan jika seseorang telah menemukan bahwa sesungguhnya yang berada dalam dirinya adalah kehendak Allah belaka (prses imanensi iradah / kehendak Allah dalam diri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar